Sunday, April 29, 2012

Gila seperti apa yang akan kita pilllih?


Satu hal yang sama2 perlu kita sepakati setelah membaca judul tadi  adalah, bahwasanya tak seorang pun dari kita yang ingin menjadi orag gila atau tampil layaknya seorang yang memang betul2 gila.  Karena, kalau gila yang dimaksud adalah yang harus mengantarkan  pelakunya ke gaduik ( kalau di sumbar), atau ke USU (universitas samping unri_ RSJ maksudnya_di riau) atau entah apalah namanya di mesir ini, maka mungkin tak ada satupun orang  yag menginginkannya..
Lalu, gila model apakah yang dimaksudkan disini? Ini bukannya penyakit gila yang sering di lontarkan bang andrea dalam karya tetralogi laskar pelanginya. Bukan juga penyakit gila2 an yang  kemaren sempat menjamur setelah usainya ajang pilkada karena kalah dalam pemilihan. Gila yang satu ini sungguh betul2 beda, karena kegilaan yang satu ini bisa membawa pelakunya untuk   mendapatkan apa yang  dia inginkan dan cita2kan. Nah lho?
Gila yang dimaksudkan ini adalah gila yang dilihat dari sisi pandang yang lain, mungkin lebih tepatnya bisa dikatakan, "tergila-gila"(meskipun pakai imbuhan "ter", yang penting kan tetap ada tulisan "gila"nya *_*).  Nah tentu saja yang satu ini jauh berbeda dari istilah yang ada sebelumnya.
Terkadang dalam hidup, kita butuh yang namanya ke-tergila gila-an untuk membuat hidup kita sedikit lebih hidup. Bahkan terkadang, dengan kegilaan dalam jenis inilah apa yang dahulunya hanya berupa impian dan cita2 dalam lipatan kepala kita, kini malah berubah jadi nyata..
Ke tergila-gialaan itu sendiri banyak macamnya, namun kali ini, hanya ketergilaan tertentu saja yang akan diangkatkan, dan semoga ada manfaatnya. Sebagai contoh misalnya,  kita bisa lihat einstein yang begitu tergila2 dengan ilmu fisika, yang karena ketergilaannya membuatnya betul2 hampir terlihat gila. Lihat saja fhotonya yang sempat beredar atau rumus2 yang sudah dihasilkannya. kitapun  mungkin juga akan pusing kalo membacanya. Ada lagi samaldhas rancodhas chanchad one of  3 idiot yang begitu tergila2nya dengan mesin sehingga jadi penemu banyak karya. Meskipun hanyalah sebuah film, tapi yang penting, masih ada unsur  keter"gila"annya disana dalam bidang kemesinan . Kita juga bisa liat betapa gilanya sang manusia laba2( nggak tau juga siapa namanya, yang tau tlg dikasih tau ya..!) yang gak puas-puasnya mendaki gedung2 pencakar langit diberbagai negara belahan dunia tanpa alat bantu berupa tali dan semacamnya. Barangkali kali aja monas jadi pilihan bangunan yang bakal dipanjat berikutnya @_@, ntahlah. Di Indonesia, kita mungkin pernah mendengar kisah yang nggak cukup masyhur tentang obsesi ketergilaaan seorang anak manusia yang ingin mengelilingi indonesia dengan sepeda. Kabarnya, ekspedisinya itu sukses dengan gemilang. Ikal yang anggota laskar pelangipun pun yang dengan ketergilaannya untuk menembus sekat benua berhasil terbang ke prancis untuk bisa terdaftar bergabung memenuhi deretan nama mahasiswa altar kampus Sorbonne disana.
Belum lagi kalau kita bercerita seputar dunia islam. Akan banyak lagi kita temukan kisah unik dan menarik berisi "kecintaan yang mendalam'"( sengaja tidak pakai istilah ketergilaan, sebagai bentuk adab pada cendikiawan kita dalam agama ini ^_^) dalam meraih dan mencapai impian mereka. Kita mungkin pernah mendengar nama Imam syafi'i yang hidupnya penuh diliputi gelimang keilmuan, sang imam mazhab yang juga boleh dibilang bapak ushul fiqhnya dunia. Adalagi Imam An nawawi, sang pemilik karya fenomenal, yang kalau dibandingkan diabad ini, mungkin banyak dari karya2 beliau berhak digelari the bestnya best seller , mengalahkan karya ternama abad ini. Bayangkan, berabad2 berlalu, tapi karya beliau tetap eksis dalam deretan khazanah keislaman hari ini. Ibnu hajar sang pembayar hutang umat ini dengan keluarnya karya besar beliau berupa syarahan terhadap hadits shohihnya imam bukhari, imam ahli haditsnya umat ini. Ada juga ibnu batutoh sang adventure internasional yang telah menjelajah mengelilingi dunia. Juga ada ibnu rusyd, sang filosof ternama dunia islam. Ibnu sina yang namanya masuk dalam sederet orang berpengaruh dalam dunia kedokteran. Juga alkhawarizmi sang matematikawan, albiruni sang ahli astronomi, dan tentu masih banyk lagi lainnya  yang namanya kadang masih sangat asing ditelinga kita….
Mereka semua nya  bukan gila secara haqiqi, tapi mereka hanya memiliki kegilaan secara maknawi .  Kegilaan mereka terhadap sesuatu mengantarkan mereka meraih apa yang mereka cari dan impikan selama ini. Karena kegilaan mereka adalah gilanya seorang majnun yang mati2an untuk mendapatkan laila. Apapun akan diusahakannya untuk mendapatkan apa yang dia impikan (asalkan tak keluar dalam garis edar agama tentunya). Nah, siapapun kita, pasti kita punya hal yang yang memang membuat kita betah berlama2 didalamnya, tahan melakukan apa pun yang berkaitan dengannya, dan rela menunggu giliran untuk bisa melakukannya. Mungkin itu bisa saja di bidang olahraga atau yang lainnya,mendesign grafis, ngadob photoshop, nulis karya atau apapunlah namanya, menggambar, ngotak atik alat elektronik, bertualang (kayak backpackeran gitulah), latihan ngacker(jd hacker maksudnya), rihlah2an menelusuri tempat baru yang belum dikunjungi, atau mungkin aktif di organisasi, ngasah keoratoran dalam bicara, mulai menyibukkan diri dalam lautan dunia keilmuan, apakah ikut talaqqian atau daurohan, belajar dimarkaz atau dimanapunlah, mungkin juga terjun dalam kecamuknya dunia dakwah dan seabrek kegiatan tak bertema lainnya. Itu semua tergantung pada kecenderungan yang melekat dalam diri kita.
Dan satu hal lagi, bukan gila namanya kalau hal2 yang kita sebutkan tadi hanya berupa keinginan dan khayalan yang belum pernah kita kerjakan selama ini. Maka dari itu, di gila jenis manakah kita berada sekarang…..? Saat kita tau tentang hal yang kita tergila2 padanya, dan kita selalu punya cara untuk senantiasa mengasahnya,  boleh jadi disanalah kita temukan siapa diri kita ^_^,,, heheheh sok mantap keliatannya. Tapi kheirlah, semoga ada manfaatnya…..
Dan sekarang, selamat mengarungi samudra ketergilaan dengan pilihan kita masing2,,,, Peace…!
Mantan kamarQ                       
Juli25'10

Ada apa dengan uang?


                                                                
Uang bisa  membeli rumah, tapi bukan penginapan dan kenyamanan
Uang bisa membeli  buku, tapi bukan ilmu pengetahuan
Uang bisa membeli darah, tapi bukan kehidupan
Uang bisa membeli jam, tapi bukan waktu
Uang bisa membeli makanan, tapi bukan selera makan
Uang bisa membeli ansuransi, tapi bukan keselamatan
Uang bisa membeli kasur, tapi bukan tidur
 Yaa, karena uang bukanlah segala galanya… Andaikan kebahagian ada pada uang, sungguh zholimlah sang Pencipta. Tapi, kenyataannya tidaklah begitu. Rabb kita adalah zat yang begitu penyayang. Dia jadikan semua kita memeiliki sesuatu yang dengannya semua manusia bisa hidup bahagia. Allah ta'ala memang tidak memberikan semua kita uang, tapi Allah jadikan semua kita bisa tersenyum dan ketawa dengan bentuk dan aneka rupanya, dan itu semuanya sebagai salah satu indikasi yang menunjukkan raut bahagia pada diri manusia.
Rumah kita bisa saja luas adanya, ataupun banyak ada dimana mana, tapi belum tentu semuanya memberikan ketenangan ketika kita menghuninya. Buku kita mungkin jumlahnya tak terkira, tapi apa yang menyangkut dan tinggal dikepala siapa yang tahu ukurannya. Kitapun bisa mengumpulkan darah sebanyak banyaknya, tapi yang namanya hidup belum tentu akan kita dapatkan darinya. Kitapun bisa saja punya jam yang harganya berjuta juta, tapi yang namanya waktu tetap saja bukan kita yang punya. Ya, begitulah seterusnya.
Tahukah kamu mengapa begitu sobat? Karena Allah ta'ala tidak menjadikan kebahagian itu bersumber padanya. Allah azza wa jalla hanya jadikan ia sebagai pelengkap sarana hidup manusia. Keberadaannya hanya menjadi tambahan, bukannya malah tujuan. Itulah makanya, allah memang tidak memberikan emas dan perak pada semua manusia, tidak juga intan berlian, tapi allah berikan kepada mereka hati dan pikiran, yang dengannya lah kebahagiaan yang sebenarnya didapatkan. Baik itu kulitnya hitam ataupun putih, sama saja apakah tubuhnya tingggi ataupun rendah, pintarkah ia atau tidak, beruangkah dia atau tidak sama sekali, ya semuanya sangat mungkin untuk bisa hidup bahagia. Hati dan pikiran kita yang akan membantu kita menemukan arti kebahagiaan kita yang sesungguhnya. Karena hati adalh wadah yang akan menampung segala uneg2 hidup kita, dan pikiran yang akan memikirkan apa jalan keluarnya… Teingat dengan kisah orang bijak yagng menasehati muridnya, "berhentilah menjadi gelas". Jadikan hatimu luas bak danau yang tak kan pernah asin jikalau hanya ditaburi segenggam garam. Yang mana akan sangat berbeda manakala segenggam garam itu dimasukkan dalam wadah kecil yang bernama gelas. Danau dan gelas itu adalah pilihan hati kita, sementara itu, tumpukan masalah yang mendera adalah garam yang jumlahnya selalu sama. Karena itu jugalah kita tidak akan sulit menemukan orang yang bahagia ada dimana mana, meskipun tak memiliki persyaratan kematerian yang memadai dalam pandangan manusia. Itulah yang semestinya kita sadari.
Namun dibalik itu semua, saat kita tahu bahwa uang adalah pelengkap, ada hal lain juga yang meski kita sadari, yaitu keberadaannya sebagai pelengkap terkadang memiliki posisi yang penting dalam hidup. Apalagi disaat keberadaan yang lain, amat begitu tergantung dari keberadaannya. Disaat seperti ini,  berlakulah kaedah bahwa maa laa yatimmu waajib illa bihi fahuwa waajib. Maka dari itu, memilikinya bahkan dirasa perlu apalagi kondisi darurat sudah begitu amat membutuhkan. Kita bukannya sedang plin plan antara memutuskan akan menjadi orang yang tak peduli dengan uang atau tidak, bukan itu yang kita inginkan. Tapi yang perlu kita sadari adalah perlunya sikap realistis dalam menyikapi pesoalan yang satu ini. Realistis bahwa pada hari ini semua kehidupan berporos padanya. Sehingga akhirnya, kita temukan bahwa kita tidak berambisi menjadi beruang sebab beruang tidak memberikan segalanya, tapi kita mesti beruang karena ia menjadi salah satu sarana untuk melancarkan gerak langkah kita… Untuk yang satu ini, mungkin kita semua akan setuju dengan kata-katanya  Aa gym, "saya tidak ingin jadi kaya, tapi saya mesti kaya"  ^_^

Menelisik Pondasi Keilmuan



Ibarat mendirikan sebuah gedung, seperti itu jugalah bangunan keilmuan dibentuk. Ia tidak hadir dengan sendirinya, tapi memerlukan aneka  proses dan tahapan. Maka, ketika bangunan yang akan dibuat adalah bangunan yang kokoh dan kuat, tentu diperlukan juga pondasi kuat yang akan menopang berdirinya bangunan tersebut. Dan selaku penuntut ilmu, kita mesti mengetahui apa saja yang merupakan pondasi untuk tegaknya banguanan keilmuan itu. Sehingga ilmu yang kita hasilkan nantinya, adalah ilmu yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, terlebih saat dihadapan mahkamah Allah Swt. Dan setidaknya, ada tiga pondasi yang diperlukan untuk merancang bangunan keilmuan itu;
1.    Keaslian dan kebenaran referensi.
Selaku umat Islam, kita termasuk umat yang beruntung dibandingkan pemeluk agama lainnya. Karena di dalam Islam, kita memiliki referensi  yang terjaga keaslian dan kebenarannya semenjak beabad-abad silam. Kita memiliki al-Quran, dan juga Sunnah Nabi Saw. Dan dua hal ini, dijamin keterjagaannya hingga kiamat kelak. “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkannya (al-Quran), dan Kami pula yang akan menjaganya”, seperti itulah firman Allah Swt memberitakan.  Terjaganya al-Quran, juga menunjukkan keterjagaan Sunnah Nabi Saw, karena Sunnah merupakan bagian tak terpisahkan dari al-Quran. Mengingat bahwasanya Sunnah merupakan penjelas terhadap al-Quran, dan terkadang juga melahirkan hukum yang tidak disinggung pembahasannya oleh al-Quran.
Dari sisi keilmiahannya, al-Quran dinukilkan secara mutawatir. Artinya, penukilan teks alquran itu melibatkan orang banyak dari masa ke masa. Sehingga  terhindar dari penyimpangan dan perubahan terhadap teksnya. Sedangkan Hadis/Sunnah Nabi Saw, diriwayatkan melalui metode yang super ketat. Itulah yang kemudian kita kenal dengan nama sanad. Yaitu silsilah perpindahan hadits dari satu orang kepada orang lain, hingga dari sana bisa diketahui kebenaran sumber yang pertama kali mengeluarkan hadis tersebut.  Sebuah metode luar biasa yang belum pernah dipakai oleh manusia pada zaman itu, telah diterapkan oleh umat ini demi menjaga keabsahan Sunnah Nabi Saw. Tidaklah  salah jika kemudian Ibnu Mubarak mengatakan, “Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, niscaya orang-orang akan berkata apapun yang mereka inginkan”. Begitulah al-Quran dan Sunnah terjaga keaslian dan keabsahannya sebagai sumber utama dalam Islam.
Kemudian, kita juga mengenal Ijma’ dan Qiyas sebagai referensi berikutnya. Ijma’ merupakan kesepakatan para mujtahid di suatu masa mengenai hukum suatu permasalahan. Sedangkan Qiyas merupakan cara untuk menghukumi sebuah kejadian yang tidak ada penjelasan dari nash terhadapnya, dengan cara menghubungkannya pada kejadian lain yang telah ada penjelasan nash mengenai hukumnya dan keduanya memiliki kesamaan dalam  ‘illat.
Hingga akhirnya, empat referensi inilah yang disepakati oleh ulama sebagai landasan bagi keilmuan dan juga agama. Selain itu, ada juga sumber lainnya yang yang diperselisihkan ulama dalam penggunaannya seperti mashlahah mursalah, istihsan, ‘urf, istishab, syar’u man qoblana, dan qoulus shahabi.

2.       Metode yang tepat  dan guru yang mendidik
Referensi yang terjaga keaslian dan keabsahannya terkadang belum cukup untuk menjamin tegaknya bangunan keilmuan yang kokoh. Dibutuhkan juga metode teruji yang akan menggiring jalannya seorang penuntut ilmu untuk bisa sampai pada tujuannya. Dan metode yang dimaksudkan disini adalah, metode tentang tahapan-tahapan dalam menuntut ilmu.
Untuk itulah perlu adanya seoarang guru/ulama. Yang menuntun para penuntut ilmu untuk mengenali itu semua. Membimbing mereka untuk menyelam ke dasar lautan, dan mengajari mereka untuk bisa membedakan mana batu karang dan mana mutiara berharga. Melalui tangan merekalah risalah keilmuan bisa tepat mengenai sasaran sesuai dengan keadaan zaman hari ini. Dan dalam binaan merekalah sanad keilmuan itu terus berlanjut. Keberadaan mereka memang sangat dibutuhkan, terlebih dalam membangun pondasi ilmu agama. Sehingga kematian mereka diibaratkan dengan terangkatnya ilmu dari muka bumi ini. Kalaulah bukan karena ulama-ulama yang menjaga tetap lurusnya pemahaman umat, lalu mengapa Yahudi dan Nashrani tersesat padahal Taurat dan Injil ada bersama mereka? Jawabannya bukan karena referensi yang keliru, tapi karena ulama yang amanah dalam menyampaikan isi Taurat dan Injil tidak ada bersama mereka. Sehingga akhirnya banyak ditemukan penyimpangan terhadap 2 kitab suci itu.
Dari sini, terlihat bahwasanya peran guru/ulama tidak bisa dipisahkan dari agenda membangun pondasi keilmuan. Karena melalui merekalah kita bisa memahami maksud kalam Allah dan juga kalam Nabinya Saw. Fas aluu ahlaz zikri in kuntum la ta’lamuun, begitulah arahan ilahi menjelaskan pada kita. Dan mereka inilah yang nantinya mengajarkan pada kita apa saja langkah yang diperlukan dalam proses menuntut ilmu. Sehingga tatanan keilmuan yang kita miliki sesuai dengan urutan yang semestinya.

3.       Potensi sang penuntut ilmu
Inilah yang kemudian lebih sering dikatakan orang sebagai bakat. Karena setiap orang lahir dalam lingkungan yang berbeda dan dalam situasi yang tak sama, sehingga setiap orang memiliki bakat bawaan yang berbeda pula. Kecenderungan mereka pun juga beraneka ragam. Semakin besar kecenderungan seseorang dalam membangun pondasi keilmuan, akan semakin besar pula peluangnya untuk menjalani dua rukun pondasi keilmuan lainnya.
 Namun, bakat bukanlah sesuatu yang tak bisa di raih. Sebagaimana ia bisa hilang jika tidak diasah, ia juga bisa dimunculkan untuk kemudian diperbesar volumenya. Sehingga tidak salah jika ada ungkapan yang mengatakan : ”Jika kamu belum menemukan dimana bakatmu, maka tekunilah bidang yang kamu jalani sekarang, niscaya kamu akan tampil layaknya orang yang berbakat”. Jadi, tidak ada alasan untuk berkata tidak. Karena semuanya masih mungkin untuk dimulai dari sekarang. Hanya saja, ketekunan dan kesungguhan luar biasa amat sangat dibutuhklan untuk itu semua, terlebih jika kita adalah orang yang baru memulai masuk dalam arena tersebut.

Itulah 3 pondasi keilmuan yang kita butuhkan. Luputnya salah satu pondasi tersebut bisa menyebabkan goyahnya bangunan keilmuan yang kita miliki selama ini. Apalagi jika topik keilmuan yang kita gali adalah ilmu-ilmu agama. Maka keberadaan 3 pondasi ini mesti diupayakan terpenuhi semampu kita melakukannya.
 Dan kelebihan kita di Al-Azhar adalah, bahwa Azhar memiliki 2 pondasi pertama dari landasan keilmuan ini. Disini bisa kita temukan kekayaan referensi yang  melebihi tempat lainnya. Dan disini jugalah banyak kita jumpai ulama umat yang amanah dalam menyampaikan risalah ssagama ini. Hingga hampir semua cabang ilmu agama yang ada disini memiliki sanad keilmuan yang bersambung terus sampai pada sumber/pencetus dan penggagasnya yang pertama. Dan itu kebanyakan kita temui dalam duru-durus bersama para masyaikh dan ulama. Andaikan 2 pondasi pertama telah terpenuhi, maka pertanyaan yang tersisa kemudian adalah, siapkah kita memenuhi pondasi yang ketiga?

Friday, February 3, 2012

Sapaan sejarah hari ini


Alangkah senangnya bisa menjadi saksi sebuah sejarah besar. Dan akan terasa lebih menarik juga unik, jika sejarah besar yang kita saksikan itu bukan sejarah bangsa sendiri, tapi sejarah negara dan bangsa lain. KAlo tidak bisa jadi saksi sejarah dinegara sendiri, jadi saksi sejarah di negeri lain pun tak masalah(begitu petuah aneh itu kira-kira) Petuah yang kedengarannya agak di paksakan memang. TApi kalo takdir memang sudah mengguratkan demikain, tentu tak ada pilihan lain selain menikmati itu semua.. Itu pula lah yang kami rasakan disini. Sekumpulan anak muda tanggung yang tak pernah berniat melihat revolusi itu bergulir. NAmun, fase sejarah ternyata mempersilahkan kami  menjadi satu di antara sekian banyak saksi hidupnya.

Bukan suatu yang kebetulan tentunya. Saat kita bisa hidup menjadi saksi sebuah sejarah. Kalau kita mau melihat, betapa banyak orang yang sudah mendiami tempat ini, lalu mereka pulang tanpa sempat melihat semuanya langsung di depan mata. Baik itu yang pulang karena sudah habis jatah umurnya di bumi para nabi ini, atau pun mereka yang rela pulang karena di evakuasi(baca; di panggil presiden RI). Tapi, tidak begitu dengan kita. Entah mengapa, kita menjadi yang terpilih untuk menyaksikan pergolakan itu bergulir. Ikut merasakan bagaimana mencekamnya seantero bumi dan langit mesir, sampai-sampai kita pun juga berharap nasib baik mengantarkan kita pulang menuju ibu pertiwi. Namun apa daya, kita tak punya kuasa untuk itu. Penantian nan panjang terhadap pesawat jemputan seakan tak menuai hasil.Dan lagi-lagi kita belum di takdirkan untuk pulang. Tapi, itulah takdir kita.Menjadi saksi terhadap sejarah besar ini. Mesipun kita tak ikut langsung terjun ke lapangan. Tapi doa kita seakan membumi bagi keselamatan semua orang disini, di negeri kinanah ini.

Sekali lagi, ini bukan kebetulan. Betapa banyak negara lain di luar sana yang juga bergolak, tapi kesudahan mereka begitu tragis dan sadis. Seakan tak menyisakan kenangan manis untuk di ceritakan dimasa mendatang. Disini darah juga bertumpahan. NAmun ternyata di luar sana banjir darah lebih deras lagi. Dan untungnya, kita tidak termasuk dalam daftar mereka yang tumbang. Tidak lain supaya kita bisa jadi saksi untuk sebuah tanda perubahan besar di negeri ini.

Perjuangan panjang yang melelahkan itupun akhir nya menemui titik jeda. Gegap gempita mewarnai kawasan tahrir dan juga seluruh jiwa yang menyaksikannya. Revolusi, kata itu seakan kambali melahirkan mesir dari rahim keterkungkungan menuju dunia bebas dari kediktatoran. Dan tentu saja, kita disini juga mendapat imbasnya. Senang bukan kepalang. Meskipun ini bukan negara asli kita, tapi bagaimanapun isy dan tho’miyahnya sudah menjadi bagian darah daging kita.Siraman segar sungai nil pun sudah merambat dalam aliran pembuluh darah kita .

Sekarang, satu tahun telah genap memutar harinya. Mengingatkan kita kembali pada kenangan itu. Mencekam, ketakutan, kekurangan stok makanan (meskipun tidak selebai pemberitaan koran di negeri sendiri), dan kehilangan rasa aman. Semuanya seakan terampas dari kehidupan. Namun kini semua berubah manis menjadi kenangan. Kenangan indah, yang bahkan layak di cerikatan untuk tujuh turunan.
Bukanlah sebuah kesengajaan sejarah bahwa kita bisa hadir pada hari itu. Tapi karena sejarah ingin mengajarkan suatu nilai lebih untuk kita. Bahwa perubahan besar, butuh juhud besar pula untuk mewujudkannya. Tidak hanya dalam sekop perubahan bangsa adan negara, tapi juga termasuk perubahan individu manusia. Kita telah melihat bagaimana sejarah itu bergulir. Lalu memberi kesempatan bagi rakyat mesir untuk mempergunakannya. Sampai akhirnya, sejarah pun memasukkan kisah mereka dalam salah satu halamannya.

Begitu juga halnya sejarah akan mendatangi kita satu persatu. Mengetuk pintu kesadaran kita, lalu menanyakan kesiapan kita untuk menjadi bagian dalam lembarannya. Dan kalau sejarah sudah memberikan ruang untuk rakyat mesir, maka akan ada juga ruang buat yang lainnya. Termasuk juga bagi yang ingin mengukirkan sejarah dirinya. Meskipun tidak akan tahu kapan datangnya, tapi mempersiapkan diri untuk menaymbut kedatangannya  tentu lebih baik.

Kalau rakyat mesir rela berkumpul di tahrir untuk mewujudkan perubahan yang di harapkan, maka kita pun meski mengumpulkan semangat untuk membuat nyata perubahan diri kita. Jika mereka rela begadang malam merancangan gempuran esok hari, maka kita juga melakukannya kala ujian menyapa dan tinggal meneruskannya dikemudian hari. Dan jika mereka kekurangan makanan saat menggeriliyakan revolusi, maka kita pun juga sudah terbiasa tak makan nasi(namun akhirnya di ganti dengan makan isy). Perubahan akan terus dating silih berganti, sebagaimana hari-hari telah mengiurai kisahnya. Benarlah jika kemudian seorang penyair arab mendendangkan : Hiyal ayyamu kama syahadtaha dualu# man sarrohu zamanun sa’athu azmanu
هي اللأيام كما شاهدتها دول # من سره زمن ساءته أزمان
Begitulah kamu lihat hari itu bergulir # Jika kamu bergembira di suatu masa, maka dimasa lain kesedihan akan menyapa.
Jikalau sudah begitu, dengan penuh harap kita memohon, semoga iringan sejarah menyapa kita. Dan dengan sentuhan berkah Yang MAha Kuasa, sejarah pun memasukkan kita dalam kumpulan ceritanya… amin

Tertanda
Syabab Tsauroh walla syabab shuroh?
Rabu, 25 jan ’12. Pukul 09.08 CLT. 

Seulas cerita


"Ayo jar, cepatan! Ntar keburu siang" teriak mamaku dari luar rumah.
"Iya ma, ini lagi meriksa barang2 yang mau dibawa"
"Itu ransel yang didekat rak bukumu itu jangan sampai lupa ya,,!" sambungnya lagi
"Iya ma, ini juga udah siap semua" balasku sambil munyusul mama yang sedari tadi sudah menungguku di luar rumah
"Udah siap untuk berangkat kan?" Tanya mamaku memastikan
"Insyaallah, ma!" jawabku mantap. Sejurus kemudian, kusalami anggota keluargaku satu persatu. Adikku yang masih manja2 dan lugu2 nya, abangku yang begitu penuh perhatiannya terhadapku, dan kakakku yang kini sudah semakin beranjak menjadi dewasa.
"Hati-hati disana ya! Kalau dah sampai disana jangan lupa kasih kabar ke rumah!" sahut kakakku mengingatkan. " Sip kak" sambil ku layangkan senyum khas ku. "Baru aja mau pergi udah kangen langsung nih", abangku pun turut berkomentar. "Yeee, biarin" sergah kakakku sewot, aku Cuma bisa cengingisan meliat abang dan kakak ku berkelakar berdua. Akupun jadi ke geer an di buatnya.
"Udah-udah" kata mamaku melerai, "adeknya mau pergi, malah ributan kayak gini!". Aku cuma cuap-cuap aja liat kejadian barusan. Selanjutnya sebelum meninggalkan rumah, kuciumi tangan papaku. Selintas kupandangi sosok yang begitu mengesankan bagiku itu. Dapat kutangkap dari raut mukanya rasa sedih yang ia tahan saat melepas kepergiaanku kali ini.
"Pa, doanya ya!" pintaku lembut padanya. "tentu, papa insyaallah nggak akan lupa mendoakan jagoan papa yang satu ini", ungkapnya membesarkan hatiku. Ah, papa ini, batinku.
"Hati-hati dijalan ya!",
"Ya pa!" balasku.
"Yuk jar!", mamaku yang menunggu dari tadipun memanggilku.
"Iya ma" jawabku. Beliau yang akan mengantarkanku ke terminal bus dengan sepeda motor. Karena papa hari ini kurang enak badan, semenrtara abangku harus pergi kuliah setelah ini, akhirnya mama lah yang akan melepasku sampai ke terminal. Saat sepeda motor berjalan, kusempatkan menoleh ke belakang. Terlihat pandangan mereka satu persatu mengiringi kepergianku. Anehnya, papaku langsung berpaling seolah berat melepasku pergi. Pa, anakmu akan tegar menghadapi semua ini.. desahku dalam dada. Motorpun terus melaju.
Sampai di terminal, aku langsung menaiki bus jurusan Bukittingi, Sumatera barat. Sebelum naik, kuciumi tangan mama yang begitu tulus menyayangiku. "Ah, mama, aku pasti selalu merindukanmu", batinku.
"Jaga diri dan kesehatan ya!", itu pesan yang terlontar dari mama sebelum bus bergerak maju meninggalkan terminal Mayang terurai  Pekanbaru ini.
"Aman ma, jangan khawatir" pinta ku padanya.
Bus pun kini maju dengan kecepatan sedang meninggalkan pusat kota Pekan baru. Melintasi arus  jalanan kota yang sudah mulai ramai setiap harinya selepas orang2 melaksanakan shalat subuh. Kini, bus telah meninggalkan jalan utama kota, masuk menelusuri jalan yang menghubungkan dua propinsi berbeda. Ritme bus kemudian berubah menjadi agak lebih kencang dari sebelumnya. Dengan pedenya, bus terus melaju menembus padatnya arus perjalanan. Aneka ragam jalanan bisa kulihat sedari tadi, mulai dari yang lurus biasa, hingga yang berkelok bak ular melingkar-lingkar. Dan akhirnya kini bus telah sampai keperbatasan antara Sumbar dan Riau. Seingatku, dari tadi semenjak bus melaju, lamunanku tak lepas dari ingatan2 yang masih kubawa dalam kebersamaan yang telah kusulam bersama keluargaku selama ini. Dan kini, semuanya akan beda tak seperti dulunya. Aku harus siap untuk memulai perjuangan hidup yang baru, dengan semangat menimba ilmu ditempat yang tidak lain sebenarnya adalah daerah yang dekat dari kampung halamanku. Hanya saja, lamanya aku mengarungi hidup di Pekanbaru membuatku lebih betah untuk tinggal disana bersama seluruh keluarga besarku. Tapi walau bagaimanapun, tekadku sudah bulat, tujuanku kini hanya satu, menguatkan langkah untuk menuju suatu tujuan bernama Kampus MAPK Kotobaru yang terletak dikota padang panjang, Sumatera Barat.
Ditengah perjalanan, sayup2 kembali hadir dalam benakku seluruh pesan2 yang disampaikan orang tuaku tadi malam, sebelum esoknya aku pergi ke Sumbar. Papaku bercerita bagaimana dahulunya ia pun harus pergi meninggalkan rumah untuk merantau, disaat2 masa kecilnya belum lagi menginjak usia yang sempurna. Setamat SD, beliau langsung merantau meninggalkan sanak keluarganya dikampung. Mencoba mengadu nasib disebuah kota asing yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Beliaupun menyampaikan semua itu dengan penuh semangat dan mata yang berkaca2, terkenang kembali rasa yang dulunya pernah ia kecap itu.
Kalau papa dulunya meninggalkan rumah setamat SD, berarti  aku nggak boleh lemah dari papa. Aku kan udah tamat Tsanawiyah, pasti aku kuat, pikirku. Aku memang termasuk anak yang sulit tuk berpisah dengan orang tuaku. Aneh mungkin kedengarannya, tapi itulah alamiahnya yang kurasa. Biarlah itu semua menjadi bagian dalam memori hidupku yang kusimpan dalam lipatan benakku. Bus pun terus melaju membawa sejuta rasa yang di pendam semua anggota penumpangnya yang lain.
Tak lama lagi bus akan melewati tempat yang kutuju. Aku pun bersiap mengemasi barang2 yang kubawa, khawatir kalau-kalau ada yang tertinggal. Samar terlihat dari jauh tempat yang tak lama lagi akan menjadi saksi bisu jalan hidupku. Disitulah akan kurangkai sejuta asa yang pernah ku gantungkan dalam kamar hatiku.
Setelah bus berhenti, akupun mengangkat semua barang yang kubawa dibantu oleh kenek bus dengan tenaganya yang sungguh ruar biasa menurutku. Akupun turun.
Dan kini, seonggok bangunan penuh kharisma sudah terpampang dihadapanku. Di bagian depannya bisa terlihat dengan jelas sebuah tugu bertuliskan "MAN/MAKN Koto Baru Padang Panjang". Kembali kutata relung hatiku, kuluruskan niat dan dengan mantapnya aku berujar, bismillah, inilah jalan baruku Rabb, kuatkan hatiku..! Aku pun mulai melangkah menusuri setapak demi setapak kawasan sekolah yang katanya banyak mengantarkan alumninya ini ke timur tengah. Setelah mendapat arahan dari satpam yang menjaga gerbang depan sekolah, akupun langsung menuju ruangan guru. Karena aku tiba agak kesorean, tak lagi banyak guru2 yang kutemukan disini. Beruntung aku masih bisa menemukan petugas yang kebetulan mengurusi anak baru yang tinggal di asrama. Beliau menunjukkan ku dimana asrama yang akan kutempati. Akupun berjalan mengikutinya dari belakang. Banyaknya barang bawaan membuatku berjalan tertatih2 mengiringi langkahnya yang kian melaju.. Akupun memberanikan diri memanggilnya.
"Pak!" sahutku dengan hati2.
"Bisa tolong bantu bawakan barang bawaan saya!" pintaku selembut mungkin padanya agar ia tak tersinggung. Ia pun terhenti sambil menoleh ke arahku, sepasang mata tak bersahabat kutangkap menghiasi wajahnya.
"Langsung saja bawa kebawah, nanti akan ada temanmu yang akan membantu disana" jawab beliau sekenanya. Aku sedikit kesal dengan jawabannya itu, mengingat kepenatan yang sangat meliputiku. "Dasar ni bapak!", gerutuku dalam hati. Satu pelajaran baru kutemukan sore itu, 'jangan minta tolong pada orang yang baru kamu kenal, siapa tau bukannya menolong malah mencolong'. Hehe, buruk nian sangkaku pada beliau. Udah ah nggak usah dihiraukan, pikirku lagi. Hingga akhirnya, setelah melewati tangga menurun karena memang letak asrama yang agak ke bawah, kamipun tiba di sebuah bangunan asrama yang cukup lumayan bagusnya menurutku. Aku disuruhnya langsung masuk, karena namaku memang sudah tertera sebagai penghuni di asrama ini.
"Kamarmu no 5 nak" sahut beliau padaku.
"Iya, makasih ya pak!" jawabku datar. Aku pun buru2 masuk keruangan asramaku. Saat menemukan kamar bernomorkan 05, aku langsung ketuk pintu dan ngucapin salam karena ku yakin sudah ada yang menghuni kamar ini lebih dahulu, yang itu semua ku tahu dari jejeran sandal yang kuliat di depan pintu. Daun pintu pun terbuka, kuliat sudah ada teman2 baruku disana. Kusalami mereka satu persatu sambil kuperkenalkan diriku.
"Assalamualaikum" sapaku.
"Perkenalkan, namaku Fajar, Fajar islami" sambungku langsung membuka perkenalan.  Tak kusangka, sambutan hangat yang mereka berikan cukup melenyapkan sisa2 keletihan yang kubawa semenjak di atas bus tadi. Ada 3 orang yang akan menjadi teman sekamarku disana, Ismail, Opik, dan Hamidi. Alhamdulillah, semuanya begitu menyenangkan. Selanjutnya, kami terlibat dalam cengkerema ringan bersama. Pada Ismail, kumintakan tolong untuk menemaniku membeli peralatan harian di pasar terdekat. Tak lupa dengan pesan kakakku, akupun mencari wartel yang ada disana mengabari bahwa kini aku telah sampai di asrama dalam kondisi seperti berangkat dari rumah.
"Alhamdulillah ma, jar masih segar dan tetap gagah seperti sebelum berangkat tadi" candaku tuk menghilangkan kekhawatiran mereka. Usai menelpon dan membeli semua keperluan, akupun kembali ke asrama bersama sahabat baruku itu.
Petang kini mulai mengembang, tirai malampun mulai terulur dipelataran senja, iringan saut2an jangkrik turut mengantar sang surya menuju peraduannya. Azan maghribpun berkumandang. Arak2an penghuni asrama mulai melangkah menuju mesjid yang letaknya tak jauh dari asrama. Kami pun shalat berjamaah disana. Usai sholat, ada kegiatan ta'aruf antara sesama penghuni baru asrama dan juga dengan kakak senior yang sudah lebih dahulu merasakan pahit manisnya hidup ditempat yang masyhur dinamakan dengan kampus 1001 kenangan ini. Seorang senior membuatku terpaku. Balutan sorban yang melilit dipundaknya menyiratkan kharisma yang berbeda. Kukira beliau adalah ustadz  pembina asrama. Ah, dugaanku ternyata meleset dengan sempurna, setelah kemudian ku tahu, bahwa dia ternyata salah seoorang senior kelas 3.
Ta'arufpun usai. Setelah shalat isya didirikan, kami berangsur menuju asrama tuk mengubur semua keletihan yang datang silih berganti dihari ini. Malam kian merangkak dalam senyap. Kepenatanku seharian inipun mengalahkan gulatan pikiranku yang masih gundah memikirkan dunia baru yang sudah menunggu didepan mataku. Dan akhirnya, aku terlelap dalam balutan malam yang semakin gulita… ZZzzzzzzttttt…

*************
“Jar, jar, bangun…! Bangun…! Hei, dah jam berapa ni? Katanya mau berangkat pagi ini?”
Huaaaaahhhhhmm. Aku masih ngantuk dalam balutan selimut. Antara sadar dan terjaga, ku lihat sosok yang baru saja membangunkanku.
“Ha? Bang Didi? Kok bisa ada disini?” tanyaku padanya sedikit bingung.
“Ya bisa lah, ini kan kamar abang juga? Buruan bangun, tu mama dah siap-siap mau ngantarin ke terminal tuh. Katanya mau berangkat ke padang panjang hari ini?”, sergah beliau sedikit sewot padaku.
Aku betul-betul kaget. Segera ku beranjak meninggalkan kasur empukku. Perlahan, ku buka jendela kamar. Sapaan sinar mentari langsung menerpa wajah. Ternyata, aku masih di rumahku sendiri dan belum pergi kemana-mana. Obrolan panjangku sampai larut malam dengan papa membuatku lambat bangun pagi ini. Hmmmm. Hanya seulas senyum yang bisa menerjemahkan mimpiku tadi malam J


Sunday, September 19, 2010

Salam Pembuka

Alhamdulillah, puji syukur saia ucapkan pada satu-satunya zat yang memang layak disematkan padanya segala pujian dan sanjungan. Bukan hanya karena sgala anugerah yang tlah Dia limpahkan, tapi juga atas terbitnya kembali blog saia yang baru ini. Bukan apa-apa ya, pasalnya blog saia yang lama udah nggak tau lagi gimana kelanjutannya. Alasan klasik memang, gara-gara lupa sama passwordnya, hilang sudah blog yang pertama. Tapi nggak apa-apa lah, lagian juga blog pertama itu belum sempat nongol satupun tulisan didalamnya ( eng!, niat nulis apa nggak sih???????? ^_^)
Selanjutnya, untaian doa shalawat dan salam buat Nabi junjungan, rajanya para anbiya wal mursalin, tokoh paling berpengaruh nowor wahid dunia(ini katanya om M. Heart lho ya!), sang ahli sekian banyak ilmu dan pengetahuan(buktiin aja kalo nggak percaya), seorang pejuang yang paling tangguh di medan laga, namun juga paling lembut dalam keluarga dan rumah tangga, siapa lagi kalo bukan Nabi Muhammad Shallalhu 'alaihi wa sallam..

Nah, udahan dulu muqoddimahnya...

Sebenarnya, sudah lama niatan ini terpendam. Terkubur dalam rongga yang kelam(soalnya didalam rongga emang gelap). Menunggu saat yang pas untuk dimuntahkan. Dan kini, tibalah saatnya keluar dari persembunyian. Karena emang keluarnya 'termuntahkan', jadilah tulisan ini agak 'berselamak peyak' kelihatannya. Maklum saja, ini emang guratan tak tertata. Mungkin juga cuma sekedar memenuhi deret panjang para pengguna blog di seantero dunia. Tapi nggak papa lah, namaya juga baru dimulai. Semoga tulisan edisi kali ini, bukan jadi yang pertama dan yang terakhir sebagaimana dah terjadi di blog saia yang sebelumnya. Sebab ada pepatah orang di planet saia, katanya 'sekali payung terkembang, pantang ditutup kembali'(masa' sih?pake gayanya Aya PPT 4). Nah, itu dia yang mau saia usahakan. Moga kedepan akan banyak rentetan guratan yang bisa kita liat sama-sama dari blog saia ini, Elspasiba balshoi.

Eits, jangan salah dulu. Ini bukannya bahasa arab(coz pake "el" didepannya). Bukan juga dari bahasa spanyol, apalagi bahasa jadulnya yunani(yunani kuno maksudnya). Tapi, ini perpaduan dua bahasa yang sejujurnya agak dipaksakan, hehe. Maklumlah, namanya juga anak muda. Agak semaunya aja. Tapi tentu tetap masih punya makna (pastinya). Yang sesuai dengan maksud si empunya tulisan sendiri. Lain kali akan saia bicarakan soal yang satu ini, insyaallah.

Karena ini masih dalam tahap pembukaan, saia cukupkan sampai demikian. See u next...!
Wassalam